Transparansi dalam hal penunjukan dan pembentukan organ BUMN dengan para pihak yang menjabat secara kompetitif dinilai belum sesuai dengan asas profesionalisme. Hal ini dapat dilihat dari seringnya terjadi kolusi dan suap dalam pemilihan organ BUMN atau terjadinya monopoli jabatan. Kebiasaan kolusi yang merambah sistem penentuan rekanan dalam hal tender proyek seringkali membuat BUMN mendapat rekanan yang tidak layak / asal dalam mengerjakan proyek-proyeknya, contohnya ialah pada proyek pembangunan jalan, jembatan, gedung, pengadaan beberapa bahan baku secara impor.
Masalah seleksi (rekruitment) organ BUMN seringkali dilakukan secara tertutup, beraroma kolusi dan nepotisme yang menandakan bahwa tidak adanya transparansi dalam rekrutmen pejabat BUMN, hal ini berarti bahwa BUMN belum mengimplementasikan prinsip-prinsip GCG (Good Corporate Governance). Prinsip-prinsip GCG tesebut sudah semesttinya diterapkan pada BUMN sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Nomor KEP-117/M-MBU/2002 dengan tujuan agar memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Organ, mendorong agar Organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggungjawab sosial BUMN, terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN. Rekruitment Organ yang tidak memenuhi kelayakan karena tidak adanya transparansi dalam rekruitment tersebut tentu berakibat pada lemahnya kinerja BUMN tersebut dikarenakan Organ adalah penggerak atau pelaksana kinerja BUMN yang menentukan efisiensi dari BUMN tersebut.
Corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika (Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002).
Sesuai surat Nomor: S-359/MK.05/2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang Pengkajian Sistem Manajemen BUMN dengan prinsip-prinsip good corporate governance, Menteri Keuangan meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan kajian dan pengembangan sistem manajemen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengacu pada prinsip Good Corporate Governance (GCG). Selanjutnya, BPKP telah membentuk Tim Good Corporate Governance dengan Surat Keputusan Kepala BPKP Nomor KEP-06.02.00-316/K/2000 yang diperbaharui dengan KEP-06.02.00-268/K/2001. Tim GCG tersebut mempunyai tugas untuk merumuskan prinsip-prinsip pedoman evaluasi, implementasi dan sosialisasi penerapan GCG serta memberikan masukan kepada pemerintah dalam mengembangkan sistem pelaporan kinerja dalam rangka penerapan GCG pada BUMN/BUMD dan badan usaha lainnya.[1]
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang dimaksud dalam Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 meliputi:
- Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan;
- Kemandirian, yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
- Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;
- Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
- Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kerangka kerja Good Corporate Governance ialah :
- Compliance (kepatuhan), yaitu sejauh mana perusahaan telah mematuhi aturan-aturan yang ada dalam memenuhi prinsip-prinsip GCG;
- Conformance (kesesuaian dan kelengkapan), yaitu sejauh mana perusahaan telah berperilaku sesuai GCG ditinjau dari berbagai aspek yang menjadi prinsip GCG;
- Performance (unjuk kerja), yaitu sejauh mana perusahaan telah menampilkan bukti (eviden) yang menunjukkan bahwa perusahaan telah mendapatkan manfaat yang nyata dari telah diterapkannya prinsip GCG di dalam perusahaan.
Kendala yang dihadapi oleh perusahaan yang masih dalam proses penerapan GCG adalah kurangnya pemahaman mereka tentang GCG dan bagaimana mengimplementasikannya termasuk mengimpelementasikan prinsip-prinsip GCG. Lemahnya pengimplementasian prinsip transparansi dalam penunjukan dan pemilihan organ BUMN berarti bahwa Compliance (kepatuhan) dan Conformance (kesesuaian dan kelengkapan) belum terpenuhi.
Selain masalah kolusi dan suap dalam pemilihan organ BUMN atau terjadinya monopoli jabatan, seringkali kita jumpai banyak pejabat struktural departemen yang memegang jabatan rangkap dalam organ BUMN.
Data yang diperoleh dari Kementrian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran, memberikan fakta bahwa saat ini hampir semua pejabat eselon I di Depkeu memegang jabatan rangkap di BUMN. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu menjabat sebagai komisaris di PT Telkom. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Anwar Suprijadi menjabat komisaris di PT Krakatau Steel. Dirjen Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto menjadi komisaris di PT Perusahaan Listrik Negara, PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia, dan PT Polytama Propindo. Dirjen Perbendaharaan Negara Herry Purnomo menjadi komisaris di PT Jamsostek. Sekjen Depkeu juga menjabat sebagai komisaris utama PT Bank Permata Tbk. Dirjen Kekayaan Negara Hadiyanto menjadi komisaris utama PT Garuda Indonesia dan komisaris PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional. Dirjen Perimbangan Keuangan Mardiasmo menjadi komisaris PT Jasa Raharja. Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Fuad Rachmany menjadi komisaris PTPN IV dan PT Pelindo II. Adapun Dirjen Pajak Darmin Nasution sempat terpilih sebagai komisaris utama PT Bursa Efek Indonesia, tetapi langsung melepaskan jabatannya itu dalam waktu enam hari[2]
Masalah rangkap jabatan dapat mengakibatkan kemungkinan terjadi konflik kepentingan pada pejabat struktural di departemen yang mempunyai jabatan rangkap di BUMN. Kesibukannya sebagai pejabat struktural di departemen tak memungkinkan pejabat tersebut berkonsentrasi penuh di BUMN sehingga asas profesionalismenya tidak tercapai. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan penertiban jabatan dalam rangka profesionalisme dan sekaligus mengurangi faktor-faktor penyebab resiko kepailitan BUMN di Indonesia.
Saran yang dapat penulis berikan terkait permasalahan pokok dalam hal penunjukan dan pembentukan organ BUMN yang tidak transparan, dapat diatasi dengan :
- Pemerintah melakukan standarisasi dalam bidang sistem pengujian secara metodis terhadap sistem pengujian baik secara skill, mental, kejiwaan dan ideologi para calon organ BUMN sehingga benar-benar dari seleksi professional akan menimbulkan SDM yang layak, kompetitif dan professional.
- Memutus mata rantai otorisasi terselubung dari pemerintah terhadap keputusan yang diambil oleh BUMN terhadap situasi pemilihan rekan kerja sehingga BUMN secara umum mampu mandiri dan berkreasi dalam menjalankan aturan-aturan tata laksana kinerja sesuai dengan situasi dan kondisi yang diperlukan BUMN mencapai tahapan aman dalam menjalankan produktivitas termasuk kinerja yang secara yang setara dengan kebutuhan yang ada.
Penulis adalah mahasiswi semester akhir Progam Magister Hukum Bisnis UNPAD angkatan 2010.
[1] Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,Good Corporate Governance, www.bpkp.go.id/?idunit=21&idpage=326, diunduh pada Minggu, 13 Maret 2011 pukul 20.22
[2] http://www.anggaran.depkeu.go.id/web-content-list.asp?ContentId=440, diunduh pada Selasa, 8 Maret 2011
Sebuah fakta ironis, bahwa mental kita begitu lemah memegang karunia kesuburan dan kekayaan di balik kulit bumi indah… Semoga kita menemukan tata management kuat dan berakar pada kesejahteraan sepanjang masa.. Sebuah tantangan menarik.. Masa depan kita.. Jaga spirit kejayaan..:)
terima kasih atas commentnya.. moga ke depan kita dapat ikut membenahi carut marut negeri ini, dimulai dari kita sendiri dan dilakukan mulai sekarang.. 🙂
Salah satu kekurangan dari organ BUMN kita adalah terlalu dekat dengan organisasi publik di manajemennya. Pemerintah sebagai pemegang saham selalu menempatkan jajarannya di komisaris BUMN. Pejabat Komisaris BUMN merangkap jabatan sebagai eksekutif, tentu saja ini membuat minimnya kontribusi pejabat komisaris atas kinerja BUMN, sedangkan beban operasional yang sangat tinggi dikeluarkan oleh BUMN. Selain itu BUMN juga tidak bisa dilepaskan dengan ikatan politik yang selalu membelenggu.