KOMPARASI ANTARA SISTEM PASAR MODAL KONVENSIONAL DENGAN SISTEM PASAR MODAL SYARIAH


       Keberadaan pasar modal di Indonesia merupakan salah satu faktor terpenting dalam pembangunan perekonomian nasional, pasar modal berfungsi sebagai sarana pembentukan modal dan akumulasi dana bagi pembiayaan pembangunan. Terbukti telah banyak industri yang menggunakan institusi pasar modal  sebagai modal untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuanganya.

Pasar Modal merupakan kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta  lembaga  dan  profesi yang  berkaitan dengan  efek  tersebut. Pasar Modal bertindak  sebagai penghubung  antara  para  investor  dengan  perusahaan  ataupun  institusi  pemerintah  melalui perdagangan  instrumen  keuangan  jangka  panjang, disinilah letak pentingnya pasar modal bagi suatu perusahaan yaitu merupakan tempat kegiatan perusahaan dalam rangka mencari dana untuk pembiayaan usahanya.. Namun dalam pelaksanaan kegiatannya,  pasar modal seringkali banyak menjalankan  transaksi  yang  dilarang  seperti  bunga  (riba), perjudian (gambling/maysir), gharar, penipuan dan lain-lain. Maka dirasa perlu adanya upaya untuk melakukan Islamisasi pada sektor perputaran modal yang sangat vital bagi perekonomian modern ini. Upaya Islamisasi tersebut menegakkan ketentuan dan pandangan atau prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan pasar modal yang kemudian disebut dengan pasar modal syariah. Penerapan sistem ekonomi syariah termasuk pada perbankan dan pasar modal Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram.

Perkembangan pasar modal syariah di Indonesia telah mengalami kemajuan,  perkembangan dan kemajuan pasar modal syariah dapat dilihat dari diterbitkannya  6  (enam) Fatwa  DSN-MUI  yang  berkaitan  dengan  industri  pasar  modal.  Fatwa-fatwa  tersebut  adalah: Fatwa  No.05  tahun  2000  tentang  Jual  Beli  Saham;  No.20  tahun  2000  tentang  Pedoman Pelaksanaan  Investasi Untuk Reksa Dana Syariah;   No.32  tahun 2002  tentang Obligasi Syariah; No.33 tahun 2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah; No.40 tahun 2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip syariah di Bidang Pasar Modal; dan yang terakhir fatwa  No.41 tahun 2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah. Kini semakin banyak fatwa-fatwa yang diterbitkan untuk mengatur pasar modal syariah. Dengan diterbitkannya fatwa-fatwa tersebut berarti mendorong upaya Islamisasi dalam pasar modal sehingga dapat mengembangkan  alternatif  sumber  pembiayaan  yang  sekaligus  menambah alternatif  instrumen  investasi halal. Dalam fatwa-fatwa tersebut termuat prinsip-prinsip syariah yang membedakan antara  pasar modal konvensional dengan pasar modal syariah.

 

TINJAUAN TENTANG PASAR MODAL KONVENSIONAL

  1.     Definisi Pasar Modal Konvensional.

       Pengertian pasar modal menurut Undang-undang Pasar Modal no. 8 tahun 1995:

Pasar Modal yaitu sebagai suatu kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.”

2.    Instrumen Pasar Modal Konvensional.

Dalam pasar modal konvensional, instrument yang diperdagangkan adalah surat-surat berharga (securities) seperti:

a. Saham

Saham adalah penyertaan dalam modal dasar suatu perseroan terbatas, sebagai tanda bukti penyertaan tersebut dikeluarkan surat saham/surat kolektif kepada pemilik yaitu pemegang saham. Sehingga seseorang yang memiliki saham perusahaan tertentu, maka ia adalah juga salah satu dari pemilik perusahaan tersebut.[1]

b. Obligasi

Obligasi (Surat Hutang Jangka Panjang0 merupakan sumber dana jangka panjang. Jadi, sertifikat obligasi merupakan suatu surat oengakuan hutang atas pinjaman yang diterima oleh perusahaan atau penerbit obligasi dari pemodal. Jangka waktu (maturity) obligasi telah ditentukan umumnya 5-10 tahun) dan disertai dengan pemberian imbalan bunga yang jumlah dan saat pembayarannya juga telah ditetapkan dalam perjanjian Perwaliamatan.[2]

Ada empat ketentuan dasar yang menjadi daya tarik utama obligasi yakni :[3]

  • Obligasi membayar serangkaian bunga dalam jumlah tertentu secara regular. Karena itu, obligasi kerap disebut sebagai sekuritas pendapatan tetap atau fixed income securities.
  • Emiten akan membayar kembali pinjaman tersebut seutuhnya dan tepat waktu pada saat jatuh tempo, sehingga obligasi terlihat kurang beresiko (kecuali dalam hal emiten cidera janji) dibandingkan investasi yang bergantung kepada naik turunnya harga pasar (misalnya saham).
  •  Obligasi meiliki jatuh tempo yang telah ditentukan yakni ketika obligasi habis masanya dan pinjaman harus dibayar penuh pada nilai nominal. Pembayaran suku bunga obligasi juga sudah ditetapkan ketika obligasi diemisikan.
  • Tingkat bunga obligasi kompetitif, dalam artian obligasi membayar tingkat suku bunga yang dapat  dibandingkan dengan apa yang didapatkan pemodal di tempat lain. Apabila tidak demikian, maka obligasi tidak akan menarik peminat para pemodal.

c. Instrument turunanya (derivative) opsi.

Efek derivative ialah kelanjutan dari efek yang telah terlebih dahulu dipasarkan. Termasuk dalam jenis efek derivative ini antara lain adalah bukti right, warran, opsi, dan lain-lain.[4]

d. Right

Sesuai dengan undang-undang pasar modal, Bukti Right didefinisikan sebagai hak memesan efek terlebih dahulu pada harga yang telah ditetapkan selama periode tertentu. Bukti Right diterbitkan pada penawaran umum terbatas (Right Issue), dimana saham baru ditawarkan pertama kali kepada pemegang saham lama. Bukti Right juga dapat diperdagangkan di pasar sekunder selama periode tertentu

e. Waran.

Waran biasanya melekat sebagai daya tarik (sweetener) pada penawaran umum saham ataupun obligasi. Biasanya harga pelaksanaan lebih rendah dari pada harga pasar saham. Setelah saham ataupun obligasi tersebut tercatat di bursa, waran dapat diperdagangkan secara terpisah.

f.  Reksa Dana

Pengertian reksa dana dapat dipahamkan sebagai wadah penghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk diinvestasikan kembali dalam portofolio efek oleh manager investasi dan kemudian disimpan oleh bank custodian. Jadi, wadah ini berfungsi menghimpun dana dulu dan kemudian dana-dana tersebut digunakan untuk membeli portofolio efek.[5]

 

TINJAUAN TENTANG PASAR MODAL SYARIAH.

1.    Pengertian Pasar Modal Syariah

Pasar Modal Islami (Islamic Capital Market/ICM) atau lebih dikenal dengan sebutan Pasar Modal Syariah adalah pasar yang kegiatannya dilaksanakan dalam suatu cara yang tidak bertentangan dengan keyakinan para muslim dan agama Islam (syariah Islam). Hal ini meliputi berbagai transaksi pasar modal yang bebas dari segala hal dan unsure-unsur yang berkaitan serta dilarang oleh Islam, seperti riba, maisir, dan ghahar. Landasan  utama bagi system keuangan Islam adalah peraturan perundang-undangan yang secara kolektif merujuk pada syariah yang mengatur aspek-aspek ekonomi, social, politik dan budaya dari masyarakat Islam. Para investor dalam instrumen pasar modal Islam tidak dibatasi pada kaum muslim saja, tetapi terbuka bagi siapa saja yang tertarik untuk menanamkan uangnya dalam system pasar modal Islam.[6]

2.    Instrument Pasar Modal Syariah.

Dalam pasar modal syariah, instrumen yang diperdagangkan ialah:

a. Saham Syariah.

Yang dimaksud dengan saham syariah adalah [7]:

  • Bukti kepemilikan atas emiten atau perusahaan publik, dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa; Sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan yang diterbitkan oleh Emiten yang kegiatan usaha maupun cara pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
  • Sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan yang diterbitkan oleh Emiten yang kegiatan usaha maupun cara pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

b. Obligasi Syariah

Berdasarkan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002, Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syari’ah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

Untuk menerbitkan Obligasi Syariah, ada beberapa kriteria persyaratan yang harus dipenuhi oleh emiten, yaitu:

  • Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam di antaranya adalah:

1) Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang; Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional

2) Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram.

3) Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat.

  • Peringkat Investment Grade:

1)    memiliki fundamental usaha yang kuat;

2)    memiliki fundamental keuangan yang kuat;

3)    memiliki citra yang baik bagi public

4)    Keuntungan tambahan jika termasuk Korporasi atau Institusi Syariah yang terdaftar dalam komponen Jakarta Islamic Index.

Karakteristik obligasi syariah antara lain [8]:

  • Obligasi Syariah menekankan pendapatan in­vestasi bukan berdasar kepada tingkat bunga (kupon) yang telah ditentukan sebelumnya. Tingkat pendapatan dalam obligasi syariah berdasar kepada tingkat rasio bagi hasil (nisbah) yang besarannya telah disepekati oleh pihak emiten dan investor.
  •  Dalam sistem pengawasannya selain diawasi oleh pihak Wall Amanat maka mekanisme obligasi Syariah juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (di bawah Majelis Ulama Indonesia) sejak dari penerbitan obligasi sampai akhir dari masa penerbitan obligasi tersebut. Dengan adanya sistem ini maka prinsip kehati-hatian dan perlindungan kepada investor obligasi Syariah diharapkan bisa lebih terjamin.
  • Jenis industri yang dikelola oleh emiten serta hasil pendapatan perusahaan penerbit obligasi harus ter-hindar dari unsur nonhalal.

Secara umum, ketentuan mekanisme mengenai obligasi syariah adalah sebagai berikut  [9]:

  • Obligasi syariah haruslah berdasarkan konsep syariah yang hanya memberikan pendapatan kepada pemegang obligasi dalam bentuk bagi hasil atau revenue sharing serta pembayaran utang pokok pada saat jatuh tempo.
  •  Obligasi syariah mudharabah yang diterbitkan harus berda­sarkan pada bentuk pembagian hasil keuntungan yang telah disepakati sebelumnya serta pendapatan yang diterima harus bersih dari unsur nonhalal.
  •  Nisbah (rasio bagi hasil) harus ditentukan sesuai kesepakatan sebelum penerbitan obligasi tersebut.
  • Pembagian pendapatan dapat dilakukan secara periodik atau sesuai ketentuan bersama, dan pada saat jatuh tempo hal itu diperhitungkan secara keseluruhan.
  •  Sistem pengawasan aspek syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah atau oleh Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI.
  • Apabila perusahaan penerbit obligasi melakukan kelalaian atau melanggar syarat perjanjian, wajib dilakukan pengem-balian dana investor dan harus dibuat surat pengakuan utang.
  • Apabila emiten berbuat kelalaian atau cedera janji maka pihak investor dapat menarik dananya
  • Hak kepemilikan obligasi syariah mudharabah dapat dipindah tangan kepada pihak lain sesuai kesepakatan akad per­janjian.

c. Reksa Dana Syariah.

Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 mengenai Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah dan Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 mengenai Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, definisi Reksa Dana Syariah adalah reksa dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip Syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi, begitu pula pengelolaan dana investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.

d. Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) Syariah, dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah

3.    Prinsip-Prinsip Pasar Modal Syariah.

Prinsip-prinsip Syariah adalah prinsip-prinsip yang didasarkan atas ajaran  Islam yang penetapannya  dilakukan  oleh  DSN-MUI. Prinsip-prinsip syariah di bidang pasar modal harus memenuhi ketentuan :

“Pasar Modal beserta seluruh mekanisme kegiatannya  terutama mengenai emiten,  jenis Efek  yang  diperdagangkan  dan  mekanisme  perdagangannya  dipandang  telah  sesuai  dengan Syariah apabila telah memenuhi Prinsip-prinsip Syariah.   Suatu  Efek  dipandang  telah  memenuhi  prinsip-prinsip  syariah  apabila  telah  memperoleh Pernyataan Kesesuaian Syariah.”

Prinsip-prinsip syariah pasar modal tersebut ialah :

  • Tidak diperkenankannya penjualan dan pembelian secara langsung.
  • Perubahan harga hanya ditentukan oleh kekuatan pasar, dimana tidak ada perubahan yang berarti dari nilai intrinsik saham.
  • Saham-saham tersebut dijual ataupun dibeli jika memang tersedia.
  • Penelitian account books secara cermat.
  • Praktek standar manajemen bisnis dan akunting harus diterapkan pada semua perusahaan yang telah memiliki kuota saham tertentu.
  • Perlu ada proses audit dan investigasi secara mendadak untuk meneliti kebenaran dari balance sheet suatu perusahaan.
  • melarang perusahaan untuk menjual saham mereka sendiri

KOMPARASI ANTARA SISTEM PASAR MODAL KONVENSIONAL DENGAN SISTEM PASAR MODAL SYARIAH

       Persamaan sistem pasar modal konvensional dengan sistem pasar modal syariah antara lain :

  1. Asas Kebebasan Berkontrak.

Pada pasar modal konvensional, pelaksanaan kontrak berdasar pada asas kebebasan berkontrak sesuai dengan Pasal 1338 dan kesepakatan sesuai Pasal 1320 KUHPerdata.

Pada pasar modal syariah, semua kontrak diperbolehkan kecuali yang dilarang menurut syariah Islam dan dilakukan atas dasar ridho sama ridho.

2. Pembatasan

Pada pasar modal konvensional pembatasannya antara lain :

  • Sebab yang halal (Pasal1320 KUHPerdata)
  • Hal tertentu (Pasal1320 KUHPerdata)
  • Tidak khilaf (Pasal 1322 KUHPerdata)
  • Tidak berat sebelah (misbruik van  omstandigheden).
  • Judi merupakan suatu pidana (KUHPidana), Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974.
  • Kehati-hatian (dalam perbankan dinamakan prudential banking yang diatur dalam SKDirBI/SEBI No.30 tgl 27/2/98)
  • Penipuan, Manipulasi pasar, transaksi dua efek atau lebih (Pasal 90-93 UU Pasar Modal)

a.    Pasal 90 UUPM

Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap Pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung:

  •  menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apa pun;
  •  turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan
  • membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek

b)    Pasal 91 UUPM

Setiap Pihak dilarang melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa Efek.

c)    Pasal 92 UUPM

Setiap Pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain, dilarang melakukan 2 (dua) transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan Efek.

d)    Pasal 93 UUPM

  • Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan; atau
  • Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan tersebut.

Sedangkan pada pasar modal syariah pembatasannya antara lain :

  • halal
  • tidak gharar (tidak jelas)
  • tidak menzholimi dan tidak dizholimi
  • harus adil
  • tidak maysir (judi)
  • prinsip ihtiyath
  • tidak najsy (Fatwa DSN No.20/DSN-MUI/IX/2000 juncto Fatwa DSN No.40/DSN-MUI/X/2003)

Dalam Fatwa DSN No.20/DSN-MUI/XI/2000, Pemilihan dan pelaksanaan transaksi investasi harus dilaksanakan menurut prinsip kehati-hatian (ihtiyath/prudential management), serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi yang di dalamnya mengandung unsur gharar. Tindakan yang dimaksud meliputi najsy yaitu melakukan penawaran palsu.

Dalam Pasal 5 Fatwa DSN No.40/DSN-MUI/X/2003 mengenai transaksi yang dilarang, Pelaksanaan  transaksi  harus  dilakukan  menurut  prinsip  kehati-hatian  serta  tidak diperbolehkan melakukan  spekulasi  dan  manipulasi  yang  di  dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman. Transaksi yang mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman tersebut termasuk di dalamnya najsy, yaitu melakukan penawaran palsu.

3. Instrumen Efek.

a. Obligasi.

Pada pasar modal konvensional, pokok obligasi dikembalikan kepada pada pihak yang berpiutang. Hal ini sesuai dengan PP Nomor 4 Tahun 1998.

Pasal 3 menjelaskan bahwa :

  • Apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak setelah 14 (empat belas) hari sejak penyitaan barang yang penjualannya dikecualikan dari penjualan secara lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Pejabat segera menjual, menggunakan dan atau memindahbukukan barang sitaan untuk pelunasan biaya penagihan pajak dan utang pajak.
  • Sebelum jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Pejabat untuk menggunakan barang sitaan berupa uang tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipergsamakan dengan itu untuk pelunasan biaya penagihan pajak dan utang pajak.

Pasal 4, menjelaskan bahwa :

  • Penjualan, penggunaan, dan atau pemindahbukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a)    uang tunai disetor ke Kas Negara atau ke Kas Daerah;

b)    deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dipindahbukukan ke rekening Kas Negara atau Kas Daerah atas permintaan Pejabat kepada bank yang bersangkutan;

c)    obligasi, saham atau surat berharga lainnya:

(1)  yang diperdagangkan di bursa efek, dijual oleh Pejabat melalui bursa efek sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan

(2)  yang tidak diperdagangkan di bursa efek langsung dijual oleh Pejabat kepada pembeli;

Sedangkan pada pasar modal syariah,  dana obligasi dibayar kembali. Hal ini diatur dalam ketentuan khusus Fatwa DSN No. 33/DSN-MUI/X/2002 yang isinya :

1)    Apabila Emiten (Mudharib) lalai dan/atau melanggar syarat perjanjian dan/atau melampaui batas, Mudharib berkewajiban menjamin pengembalian dana Mudha-rabah, dan Shahibul Mal dapat meminta Mudharib untuk membuat surat pengakuan hutang;

2)    Apabila Emiten (Mudharib) diketahui lalai dan/atau melanggar syarat perjanjian dan/atau melampaui batas kepada pihak lain, pemegang Obligasi Syariah Mudharabah (Shahibul Mal) dapat menarik dana Obligasi Syariah Mudharabah;

b. Reksa Dana.

Pada pasar modal konvensional, Hubungan Kuasa antara Manajer Investasi dan pemodal (KUHPer. Bab XVI Bk.III).

Sedangkan pada pasar modal syariah, reksa dana berdasarkan prinsip wakalah (Fatwa DSN No.10/DSN-MUI/IV/2000). Ketentuan tentang Wakalah ialah:

  • Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
  • Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.

4. Bunga.

Pada pasar modal konvensional bunga tetap (fixed interest rate) diperbolehkan.

Pada pasar modal syariah keuntungan ditentukan dimuka (fixed profit) dalam Murabahah/Ba-i Bitsaman Ajil diperbolehkan.

5. Upah atas jasa pekerjaan.

Pada pasar modal konvensional upah atas jasa pekerjaan ditentukan berdasarkan persetujuan-persetujuan untuk melakukan pekerjaan (KUHPer. Bab VIII Bk.III).

Pada pasar modal syariah, upah atas jasa pekerjaan ditentukan berdasarkan prinsip Ijaroh (Fatwa DSN No.09/DSN-MUI/IV/2000) yaitu :

  • Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.
  • Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.

6. Jual Beli.

Pada pasar modal konvensional, jual beli dilakukan berdasar KUH Per. BAB V Bk. III

Pada pasar modal syariah, jual beli yang dilakukan ialah jual beli Salam (Fatwa DSN  No.05/DSN-MUI/IV/2000) dan Istishna (Fatwa DSN  No.06/DSN-MUI/IV/2000).

Ketentuan mengenai jual beli salam yaitu :

a. Ketentuan tentang Pembayaran:

  • Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat.
  • Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
  • Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.

b. Ketentuan tentang Barang:

  • Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
  • Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
  • Penyerahannya dilakukan kemudian.
  • Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
  • Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
  •  Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.

c. Ketentuan tentang Salam Paralel:

Dibolehkan  melakukan salam paralel dengan syarat, akad kedua terpisah dari, dan tidak berkaitan dengan akad pertama.

d. Penyerahan Barang Sebelum atau pada Waktunya:

  • Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
  • Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga.
  • Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga (diskon).
  • Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat      kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.
  •  Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan: membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya atau menunggu sampai barang tersedia.

e. Pembatalan Kontrak:

Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak merugikan kedua belah pihak

Sedangkan ketentuan mengenai jual beli Istishna adalah sebagai berikut:

a. Ketentuan tentang Pembayaran:

  • Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat.
  • Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
  • Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.

b. Ketentuan tentang Barang:

  • Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
  • Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
  • Penyerahannya dilakukan kemudian.
  • Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
  • Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
  • Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
  •  Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.

c. Ketentuan lain :

  • Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat.
  • Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas berlaku pula pada jual beli istishna’.
  • Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

7. Sewa Barang.

Pada pasar modal konvensional, sewa menyewa berdasar  (KUHPer. Bab VII Bk.III)

Pada pasar modal syariah, sewa menyewa yang dilakukan ialah sewa menyewa Ijaroh  dalam Fatwa DSN No.09/DSN-MUI/IV/2000 yaitu :

a. Sewa  atau  upah  adalah  sesuatu  yang  dijanjikan  dan  dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam  jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.

b. Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah

1)    Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:

  •  Menyediakan  barang  yang  disewakan  atau  jasa  yang diberikan
  • Menanggung biaya pemeliharaan barang.
  • Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.

2)    Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:

  • Membayar  sewa  atau  upah  dan  bertanggung  jawab  untuk menjaga  keutuhan  barang  serta  menggunakannya  sesuai kontrak.
  • Menanggung  biaya  pemeliharaan  barang  yang  sifatnya ringan (tidak materiil).
  • Jika  barang  yang  disewa  rusak,  bukan  karena  pelanggaran dari  penggunaan  yang  dibolehkan,  juga  bukan  karena kelalaian  pihak  penerima  manfaat  dalam  menjaganya,  ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

8. Leasing (sewa dengan opsi beli).

Pada pasar modal konvensional, leasing diatur dalam SKB Menkeu,  Menperindag 7 Februari 1974

Pada pasar modal syariah, leasing berdasar pada prinsip Ijaroh Muntahiya Bi-Tamlik (Fatwa DSN No.27/DSN-MUI/III/2002). Akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.

b. Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani.

c. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.

Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik amtara lain:

  • Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
  • Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah wa’d, yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.

9. Penjamin / Garansi.

Pada pasar modal konvensional, diatur dalam KUHPer Bab XVII Bk.III , Pemberian Garansi Bank oleh Bank (Surat Kep.Dir BI No.23/88/KEP/DIR tanggal 18 Maret 1991)

Pada pasar modal syariah, penjamin berdasar prinsip Kafalah (Fatwa DSN No.11/DSN-MUI/IV/2000). Ketentuan hukum dalam FATWA DSN MUI No. 11/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Kafalah ini adalah sebagai berikut :

a. Ketentuan Umum Kafalah

1)    Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).

2)    Dalam akad kafalah, penjamin dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan.

3)    Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.

b. Rukun dan Syarat Kafalah

1)    Pihak Penjamin (Kafiil)

  • Baligh (dewasa) dan berakal sehat.
  • Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.

2)    Pihak Orang yang berutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu)

  • Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin.
  • Dikenal oleh penjamin.

3)    Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu)

  • Diketahui identitasnya.
  • Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.
  • Berakal sehat.

4)    Obyek Penjaminan (Makful Bihi)

  • Merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan.
  • Bisa dilaksanakan oleh penjamin.
  • Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.
  • Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.
  • Tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan).

10.   Pengalihan Utang (Ganti Debitur).

Pada pasar modal konvensional, Novasi (KUHPer. Bab IV Bagian ke-3 Bk.III)

Pada pasar modal syariah berdasar pada prinsip Hawalah (Fatwa DSN No.12/DSN-MUI/IV/2000). Rukun hawalah adalah muhil, yakni orang yang berutang dan sekaligus berpiutang, muhal atau muhtal, yakni orang berpiutang kepada muhil, muhal ‘alaih, yakni orang yang berutang kepada muhil dan wajib membayar utang kepada muhtal, muhal bih, yakni utang muhil kepada muhtal, dan sighat (ijab-qabul).

Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau menggunakan cara-cara komunikasi modern. Hawalah dilakukan harus dengan persetujuan muhil, muhal/muhtal, dan muhal ‘alaih. Kedudukan dan kewajiban para pihak harus dinyatakan dalam akad secara tegas. Jika transaksi hawalah telah dilakukan, pihak-pihak yang terlibat hanyalah muhtal dan muhal ‘alaih; dan hak penagihan muhal berpindah kepada muhal ‘alaih.

11. Penyelesaian Sengketa.

Pada pasar modal konvensional penyelesaian sengketa dilakukan dengan Mediasi (pasal UU No.30/1999)

Pada pasar modal syariah, penyelesaian sengketa dilakukan dengan prinsip Islah (QS 49:10)/Suluh (QS 4:29,128 dan hadits)

12. Sanksi.

Pada pasar modal konvensional, Ganti biaya, rugi (ps. 1243, 1267 KUHPer); Denda (ps. 103-109 UUPM)

Pada pasar modal syariah, sanksi dikenakan berdasar Prinsip Ta’zir (Fatwa DSN No.17/DSN-MUI/XI/2000 tentang Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran. Ketentuan ta’dzir adalah:

a. Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda  pembayaran dengan disengaja.

b. Nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi.

c. Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi.

d. Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.

e. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.

f. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial

13. Spot  dan Forward/Swap (dalam rangka hedging, bukan spekulasi).

Pada pasar modal konvensional, SKDir BI No.22/45/KEP/DIR

tgl. 16 September 1989

Pada pasar modal syariah, Sharf (Fatwa DSN No.28/DSN-MUI/III/2002). Transaksi  jual  beli  mata  uang  pada  prinsipnya  boleh

dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)

b. Ada  kebutuhan  transaksi  atau  untuk  berjaga-jaga (simpanan)

c. Apabila  transaksi  dilakukan  terhadap  mata  uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).

d. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai  tukar  (kurs)  yang  berlaku  pada  saat  transaksi dilakukan dan secara tunai

14. Bagi hasil/keuntungan tanpa mendirikan perusahaan.

Pada pasar modal konvensional, Perserikatan Perdata (KUHPer. Bab VIII, tapi tidak berlaku kewajiban sekutu kepada pihak ketiga)

Pada pasar modal syariah, bagi hasil keuntungan berdasarkan Mudharabah/Qiradh (Fatwa DSN No.07/DSN-MUI/IV/2002) dan Musyarakah (Fatwa DSN No.08/DSN-MUI/IV/2002).

Mudharabah/qiradh adalah suatu akad atau sistem di mana seseorang memberikan hartanya kepada orang lain untuk dikelola dengan ketentuan bahwa keuntungan yang diperoleh (dari hasil pengelolaan tersebut) dibagi antara kedua pihak, sesuai dengan syarat-syarat yang disepakati oleh kedua belah pihak, sedangkan kerugian ditanggung oleh shahib al-mal sepanjang tidak ada kelalaian dari mudharib.

Karakteristik sistem mudharabah adalah:

  • Pembagian keuntungan antara pemodal (shahibul maal) yang diwakili oleh Manajer investasi dan pengguna investasi berdasarkan pada proporsi yang telah disepakati kedua belah pihak melalui manajer invetasi sebagai wakil dan tidak ada jaminan atas hasil invetasi tertentu kepada pemodal.
  • Pemodal hanya menanggung resiko sebesar dana yang telah diberikan.
  • Manajer investasi sebagai wakil tidak menanggung resiko kerugian atas investasi yang dilakukannya sepanjang bukan karena kelalaiannya (gross negligence/tafrith).

      

Perbedaan sistem pasar modal konvensional dengan sistem pasar modal syariah antara lain :

  1. Bunga.

Pada pasar modal konvensional, bunga diperbolehkan, sedangkan pada pasar modal syariah riba dilarang.

2. Transaksi warkat dari Emiten yang produk usahanya haram dikonsumsi umat Muslim

Pada pasar modal konvensional diperbolehkan, sedangkan pada pasar modal syariah diharamkan. Ketentuan haram berdasar pada (Fatwa DSN No.40/DSN-MUI/X/2003).

3. Menjual barang yang belum dimiliki

Pada pasar modal konvensional, menjual barang yang belum dimiliki pada dasarnya dilarang (Ps. 1471 KUHPer.) kecuali Short selling dan index diperbolehkan.

Sedangkan pada pasar modal syariah, menjual barang yang belum  dimiliki adalah dilarang, berdasarkan prinsip Ba’i al-ma’dum (Fatwa DSN No.20/DSN-MUI/IX/2000 juncto Fatwa DSN No.40/DSN-MUI/X/2003). Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang yang belum dimiliki (short selling). Bai’al-ma’dum diatur dalam Pasal 9 fatwa DSN No.2/DSN-MUI/IX/2000.

4. Instrumen Efek

Pasar modal konvensioanl mengenai derivative atau turunan dari saham dan obligasi seperti right dan warran, sedangkan pada pasar modal syariah derivative efek tersebut tidak diperbolehkan.

 

Penulis adalah mahasiswi semester akhir Progam Magister Hukum Bisnis UNPAD Angkatan 2010.

[1] Sumantoro, Pengantar tentang Pasar Modal di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm.10

[2] Jusuf Anwar, Pasar Modal sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, PT. Alumni, Bandung, 2005, hal. 97

[3] Ibid

[4] Munir Fuady, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 8

[5] Nindyo Pramono, sertifikasi Saham P.T. Go Public dan Hukum Pasar Modal di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm. 230

[6] Suruhanjaya Sekuriti, Capital Market Masterplan Malaysia, Februari, 2001, hlm. 41.

[7] Ahmad Ifham Sholihin, Definisi Saham Syariahsharianomics.wordpress.com/2010/11/25/definisisahamsyariah/ diunduh pada 18 Maret 2011 pukul 12.25

[8] Manfaat Sistem Informasi Bagi Perbankan Syariah, kautsar87.wordpress.com/2008/06/24/obligasisyariah/, diunduh pada 18 Maret 2011 pukul 12.49

[9] Ibid

Categories: Pemikiran Penulis | Tinggalkan komentar

Navigasi pos

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Blog di WordPress.com.

%d blogger menyukai ini: