Aplikasi Teori Lokasi pada Hukum Kawasan bagi Pengembangan Industri


Jabodetabek telah menjadi salah satu daerah industri yang menggunakan teori lokasi sebagai alat prediksi terjadinya peluang ongkos dan profit melalui analisis hukum yang bersifat menyeluruh. Pasar lahan (land market) telah dijadikan salah satu alat prediksi timbulnya ongkos dan manfaat (termasuk profit) dengan memperhatikan aspek-aspek hukum terkait.

DESKRIPSI PELUANG ONGKOS MENURUT ILMU-ILMU TERKAIT UNTUK MEMBANTU ANALISIS HUKUM INDUSTRI

A. Faktual Potret Lokasi

Untuk membantu analisis hukum industri membutuhkan deskripsi data, informasi dan ilmu-ilmu terkait, antara lain:

1. Jakarta

a. Data-data terkait (Tahun 2010)

    • Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, Jumlah penduduk Jakarta tercatat 9.588.198 orang (Jumlah tersebut belum termasuk orang yang tinggal di kota lain dan datang ke Jakarta untuk bekerja pada pagi hingga sore hari, pada pagi hingga sore hari jumlah penduduk di Ibu Kota bertambah antara 2 sampai 3 juta jiwa. Tambahan jumlah penduduk ini berasal dari warga di sekitar Kota Jakarta dan bekerja di Ibu Kota.
    • Dari perbandingan data jumlah penduduk tahun 2010 dan tahun 2000, laju pertumbuhan penduduk Jakarta sebesar 1,40 persen atau sekitar 135.000 jiwa per tahun.
    • Dari Sensus Penduduk 2010, kepadatan penduduk rata-rata di DKI Jakarta adalah 14.476 jiwa per kilometer persegi. Kepadatan penduduk tertinggi di Jakarta Pusat, yakni 18.675 jiwa per kilometer persegi. Diikuti Jakarta Barat 17.592 jiwa per kilometer persegi, Jakarta Selatan 14.562 jiwa per kilometer persegi, Jakarta Timur 14.290 jiwa per kilometer persegi, dan Jakarta Utara 11.218 jiwa per kilometer persegi. Kepadatan penduduk di Kabupaten Kepulauan Seribu 2.423 jiwa per kilometer persegi
    • Kepadatan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Johar Baru, Jakpus, yakni 48.952 jiwa per kilometer persegi. Selain Johar Baru, Kecamatan Tambora di Jakbar juga tergolong padat penduduk dengan tingkat kepadatan mencapai 43.789 jiwa per kilometer persegi. Dari segi laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000 ke tahun 2010, Kecamatan Jagakarsa mencatat laju tercepat, yakni 3,96 persen. Diikuti Kecamatan Cipayung di Jaktim dengan laju pertumbuhan 3,67 persen.
    • Jumlah penduduk laki-laki masih lebih banyak dibanding perempuan. Tercatat 4,8 juta penduduk laki-laki dan 4,7 juta penduduk perempuan

b. Informasi terkait / permasalahan

  • Secara fisik masyarakat harus hidup berimpitan di gang sempit, di rumah dan lingkungan yang minim sanitasi
  • Di Johar Baru, kesesakan penduduk terjadi di sejumlah wilayah. Rumah-rumah petak bertingkat memenuhi pelbagai gang sempit. Sebagian rumah menjadi tempat tinggal lebih dari satu kepala keluarga. Rumah yang sempit membuat sebagian pemilik tidak melengkapi rumah dengan toilet memadai. Sebagian besar menyediakan kamar mandi yang hanya dipakai mandi, buang air kecil, dan mencuci. Sementara untuk buang air besar dilakukan di WC umum yang berderet di tepi Sungai Sentiong.
  • Kondisi serupa juga terjadi di Kecamatan Tambora. Di Kelurahan Jembatan Besi, kepadatan perumahan menyebabkan ada gang yang tak terkena sinar matahari karena tertutup bangunan di atasnya. Satu rumah berukuran 4 meter x 6 meter bisa dihuni lebih dari 10 orang. Lebih dari 50 persen warga adalah pendatang, mayoritas dari Provinsi Banten. Wilayah Tambora yang strategis menjadi salah satu magnet penarik bagi para pendatang.
  • Kepadatan penduduk yang tinggi menimbulkan gesekan sosial antarwarga. Tidak tersedianya cukup lapangan kerja bagi semua warga menimbulkan pengangguran yang turut memicu gesekan tersebut.
  • Pergesekan sosial juga terwujud dalam bentuk tawuran antarwarga di sejumlah titik.
  • Permukiman yang padat juga menjadi arena sebagian kalangan untuk peredaran narkoba.
  • Terjadi perebutan lahan.

2. Bogor

a. Data-data terkait

1) Jumlah penduduk (tahun 2010)

  • Hasil sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kota Bogor mencapai 949.066 jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 2,39 persen. – Jumlah penduduk di antaranya 484.648 laki-laki dan 464.418 perempuan.

2) Luas wilayah Bogor

    • luas wilayah kota Bogor sekitar 111,73 Km persegi yang didiami 949.066 orang, maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk 8.494 orang per Km persegi.
    • Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya, Kecamatan Bogor Tengah sebanyak 12.791 orang per Km persegi.

 3) Sex Ratio.

    • Sebaran sex ratio penduduk Kota Bogor menurut jenis kelamin sebesar 104. Artinya, jumlah penduduk laki-laki empat persen lebih banyak dibanding jumlah penduduk perempuan.
    • Sex ratio terbesar terdapat di Kecamatan Bogor Selatan, yaitu sebesar 106. Sedangkan sex ratio terkecil terdapat di Kecamatan Bogor Timur, yaitu hanya mencapai 103.

4) Batas wilayah

  • Bagian utara Kabupaten Bogor merupakan dataran rendah (lembah Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane, sedang bagian selatan berupa pegunungan, dengan puncaknya: Gunung Halimun (1.764 m), Gunung Salak (2.211 m), dan Gunung Gede Pangrango (3.018 m) yang merupakan gunung tertinggi kedua di Jawa Barat.

5) Data tingkat kemiskinan

  • Hasil pendataan Program Layak Perlindungan Sosial (PLPS) dari BPS Kabupaten Bogor yang dijadikan rujukan dalam penyusunan RPKD 2011 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bogor mencapai 1.105.156 jiwa dari sekitar 4.477.246 jumlah penduduk Kabupaten Bogor atau sekitar 24,68%. Di samping itu, rumah tangga miskin (RTM) kabupaten Bogor masih relatif tinggi dimana angkanya hampir mencapai 257.013 RT. Angka pengangguran terbuka sekitar 231.561 orang dengan persentase total pengangguran angkatan kerja (TPAK) sekitar 55,61%.

6) Sumber pendapatan

Sumber pendapatan dibawah 600.000 per bulan, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga adalah tamat SD, tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai 500.000 rupiah.

b. Informasi terkait

  • Jumlah pendatang yang masuk ke Bogor pascalebaran jumlahnya minim, karena bukan tujuan pendatang baru mencari pekerjaan.
  • Wilayah Timur Kabupaten Bogor merupakan kawasan favorit pengembangan wilayah pemukiman Jakarta saat ini. Alasan utama hal tersebut adalah karena telah dibukanya jalur jalan baru dari Cibubur menuju Bandung melewati Gunung Putri dan Cileungsi. Jalur ini belum memiliki nama resmi, sedangkan nama yang secara umum digunakan masyarakat adalah Jalan Alternatif Cibubur-Cileungsi.
  • Sejak dibukanya Jalan Alternatif tersebut, kompleks pemukiman modern dengan skala besar segera bermunculan sehingga harga tanah di kawasan ini menjadi salah satu yang termahal di Bodetabek. Kemunculan kompleks-kompleks pemukiman ini menyebabkan sangat banyak penduduk Kabupaten Bogor yang memiliki pekerjaan di Jakarta.
  • Tingkat kemiskinan tergolong tinggi.

3. Depok

a. Data-data terkait

1) Jumlah penduduk (tahun 2010)

    • Jumlah penduduk kota Depok adalah 1.667.000 orang
    • Kepadatan penduduk Kota Depok mencapai 7.887 orang per kilometer persegi

2) Data angkatan kerja dan tingkat pendidikan

Jumlah angkatan kerja dan juga tingkat pendidikan tenaga kerja yang tersedia masih didominasi tingkat pendidikan rendah, hampir 38,30% tenaga kerja yang tersedia masih berpendidikan SD ke bawah sedangkan yang berpendidikan diploma keatas hanya mencapai 11,10%,

3) Kondisi Geografis

    • Wilayah Depok termasuk dalam daerah beriklim tropis dengan perbedaan curah hujan yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim musim. Secara umum musim kemarau antara bulan April-September dan musim hujan antara bulan Oktober-Maret.
    • Temperatur : 24,3o-33o Celsius – Kelembaban rata-rata : 25 % – Penguapan rata-rata : 3,9 mm/th – Kecepatan angin rata-rata : 14,5 knot – Penyinaran matahari rata-rata : 49,8 % –
    • Jumlah curah hujan : 2684 m/th – Jumlah hari hujan : 222 hari/tahun

b. Informasi

    • Sebagai daerah penyangga Kota Jakarta, Kota Depok mendapatkan tekanan migrasi penduduk yang cukup tinggi sebagai akibat dari meningkatnya jumlah kawasan permukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa.
    • Kondisi ekonomi dan sumberdaya alam Kota Depok saat ini sudah mengerucut pada struktur ekonomi tertentu, yaitu struktur ekonomi moderen yang bertumpu pada sektor tersier dan didukung sektor sekunder, untuk pengembangan sektor tersier ini juga merupakan masalah yang sudah harus ditangani dari saat ini, yaitu mengembangkan aktivitas usaha perdagangan dan jasa yang mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi karena selama ini dominasi pertumbuhan ekonomi di sektor tersier ini adalah perdagangan bidang retail dalam sekala usaha kecil yang mempunyai nilai tambah yang juga kecil secara ekonomi.
    • Kondisi sosial budaya Kota Depok yang saat ini sudah mengarah pada budaya metropolis yang multi etnis dan dari berbagai tingkat intelektualitas, namun masih dalam ikatan satu homogenitas agama tanpa mengucilkan agama minoritas.
    • Kondisi sarana dan prasarana Kota Depok yang saat ini cukup baik dalam segi kualitas, walaupun masih kurang dalam segi rasio kuantitas per penduduk, terutama rasio rumah sakit umum per penduduk

4. Tangerang

a. Data-data terkait

1) Jumlah penduduk (tahun 2010)

    • jumlah penduduk sektiar 2,7 juta jiwa
    • Laju pertumbuhan penduduk 3,5% per tahun

2) Orientasi penduduk

Secara geografis wilayah Kota Tangerang berada antara 6º 6 LS – 6º 13 LS dan 106º 36 – 106º – 42º BT dengan luas wilayah 184,23 Km² termasuk Bandara Sukarno Hatta seluas 19,69 Km²

3) Data mata pencaharian

Masyarakat Kota Tangerang bersifat heterogen dengan jenis mata pencaharian yang bervariasi. Sebagian besar penduduk mempunyai mata pencaharian di sektor industri (30,50%), perdagangan (25,62%) dan jasa (20,06%).

4) Sumber utama perekonomian. Sumber utama perekonomian Kota Tangerang berasal dari sektor industri pengolahan sebesar 58,45%, menyusul perdagangan, hotel dan restoran. Kedua sektor ini menguasai hampir 85% kegiatan ekonomi dan dapat dipastikan bahwa sektor tersebut memberikan kontribusi utama pada pendapatan asli daerah.

b. Informasi terkait

  • Berdekatan dengan ibukota sehingga ada keuntungan dan kerugian.
  • Keuntungannya kota tersebut dapat mendompleng nama besar ibukota negara. Para warganya dapat memanfaatkan fasilitas publik sebuah metropolitan, baik berupa jalan-jalan yang mulus, tempat-tempat rekreasi dan pusat komersial yang modern, atau berbagai kemudahan komunikasi canggih. Namun kerugian berdekatan dengan sebuh ibukota, yang secara khusus sangat dirasakan oleh pemda. Banyak warga Kota Tangerang yang tinggal di daerah perbatasan dengan Jakarta, enggan mengakui berdomisili di Kota Tangerang. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya papan nama yang mencantumkan nama ”Jakarta Selatan” atau ”Jakarta Barat” padahal sebenarnya berada dalam wilayah Tangerang.
  • Tingginya angka buta aksara. Jumlah masyarakat yang tidak bisa baca tulis berkisar antara 11 hingga 16 ribu jiwa.
  • Sistem pengolahan air limbah di Kota Tangerang belum dilakukan secara maksimal, hal ini disebabkan belum dapat dioperasikannya Instalasi Pengelolaan Air Limbah.

5. Bekasi

a. Data-data terkait

1) Pertumbuhan penduduk (tahun 2010)

Laju pertambahan penduduk Kota Bekasi, menurut Sensus Penduduk 2000, mencapai 3,49 persen.

2) Data kemiskinan.

Sampai akhir 2007, jumlah keluarga prasejahtera di Kota Bekasi tercatat sebanyak 20.448 keluarga, atau bertambah 1.700 keluarga dibandingkan dengan tahun 2006.

3) Data pengangguran

Hingga tahun 2006 masih terdapat 187.944 orang di Kota Bekasi yang menganggur dan sebanyak 43.742 orang lainnya sedang mencari kerja.

4) Tingginya kriminalitas

Dari catatan Kompas, sampai Oktober 2008 terdapat 3.213 kasus kriminalitas, termasuk kecelakaan dan pengaduan masyarakat, yang ditangani jajaran Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi.

b. Informasi terkait

  • Persoalan laju pertumbuhan penduduk.
  • Tingginya migrasi. Penyebab tingginya migrasi tidak lain adalah berkembangnya Kota Bekasi menjadi pusat ekonomi dan pusat bisnis. Hal tersebut disebabkan letak Kota Bekasi yang berada di jalur ekonomi yang dinamis, yakni antara Jakarta dan Jawa Barat.
  • Masalah kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, sampai transportasi, pendidikan dan kesehatan, serta interaksi sosial masyarakat.
  • Persoalan pengangguran.
  • Tingginya kasus kejahatan yang terjadi di Bekasi.
  • Penyediaan sarana dan prasarana transportasi. Kerusakan di ruas Jalan Pekayon-Jatiasih-Pondok Gede sudah bertahun-tahun belum tuntas ditangani

ILMU-ILMU TERKAIT UNTUK MEMBANTU ANALISIS HUKUM INDUSTRI

Ilmu-ilmu terkait Untuk membantu analisis hukum industri dalam pembangunan industri maka diperlukan ilmu-ilmu pengetahuan yang lain terkait dengan masalah pembangunan industri di kawasan Jabodetabek, antara lain:

1. Ilmu tata ruang :

Mengingat lahan yang tersisa di kawasan Jabodetabek terbatasa Karena sudah dipadati oleh penduduk yang setiap tahunnya bertambah sedangkan lahan yang tersedia tidak akan mengalami pertambahan, maka perlu hukum tata ruang untuk mengatur pembangunan industri pada kawasan padat penduduk tersebut. Sebaiknya pembangunan gedung atau ruang dibangun ke atas, tidak ke samping.

2. Ilmu Lingkungan

Ilmu lingkungan diperlukan untuk mengatur pengolahan pembangunan industri yang terkait dengan lingkungan, seperti pengolahan limbah, kondisi lingkungan, efek pada lingkungan sekitar dll. Lingkungan pada kawasan jabodetabek tergolong lingkungan yang tidak sehat karena padatnya penduduk sehingga sanitasi tidak memadai sehingga diperlukan ilmu lingkungan untuk mengatasi hal tersebut.

3. Ilmu Ekonomi

Mengingat kawasan jabodetabek merupakan kawasan padat penduduk, tentu berpeluang untuk pembangunan industri, namun mayoritas penduduk merupakan penduduk ekonomi lemah dengan tingkat pendapatan yang rendah, maka diperlukan ilmu ekonomi untuk menghitung ongkos dan profit dari pembangunan industri di kawasan tersebut.

4. Ilmu Geografis/alam

Diperlukan untuk mengetahui kondisi alam di kawasan jabodetabek, mengingat pada beberapa kawasan tersebut ada kawasan yang rawan banjir karena dekat dengan sungai sehingga dibutuhkan ilmu geografi untuk mengatasi masalah tersebut. C. Alat Prediksi dengan Pasar Lahan (Land Market) dan Lokasi Industri (land policy dan zoning act) Pasar lahan dalam pembangunan industri di kawasan Jabodetabek dapat digunakan sebagai alat prediksi timbulnya ongkos dan manfaat (termasuk profit) dengan memperhatikan aspek-aspek hukum terkait.

Dari rumusan data-data, informasi serta ilmu-ilmu terkait yang telah diuraikan di atas maka dapat dianalisis sebagai berikut :

  1. Keefektifan peranan pasar, ketersediaan informasi, optimalisasi lokasi, rasionalisasi, dan refleksi faktor social budaya.
  • Keefektifan peranan pasar, efektif karena dengan jumlah penduduk yang padat maka daya beli tinggi dan banyak akan kebutuhan hidup. Selain itu, dengan jumlah penduduk yang banyak maka industri akan mudah mendapatkan tenaga kerja yang murah.
  • Ketersediaan informasi, cukup tersedia.
  • Optimalisasi lokasi, dapat dimungkinkan, meskipun luas wilayah terbatas namun dapat menerapkan ilmu tata ruang.
  • Rasionalisasi sangat dimungkinkan.
  • Refleksi faktor social budaya, dengan penduduk yang padat dan beragam dari segala daerah dan etnis maka dapat merefleksikan faktor social budaya.

2. Pengambilan keputusan tentang lokasi industri dengan asumsi: perfect competition dan profit maximalitation

  • Dengan jumlah penduduk yang padat, secara otomatis segala kebutuhan hidup sangat tinggi, maka daya beli’pun akan tinggi sehingga keuntungandapat tercapai.
  • Tingginya angka pengangguran di kawasan tersebut bukan menjadi masalah yang tidak dapat diatasi, dengan adanya pembangunan industri di kawasan tersebut justru akan memberikan peluang kerja yang tinggi.
  • Apabila pengangguran teratasi maka secara otomatis angka kriminalitas dapat menurun karena penyebab utama kriminalitas adalah kemiskinan.

3. Peran sistem perencanaan yang melibatkan aspek fisik, karakter infrastruktur, pemilikan tanah, dan metode penilaian yang dianut.

4. Pengaruh perkembangan konsep restrukturisasi ekonomi, khususnya industri manufaktur terkait dalam GIS dalam PERDA ttg RTRW

KESIMPULAN

Apabila dilihat dari data-data dan informasi di atas maka daerah yang masih dimungkinkan untuk pembangunan industri dengan teori lokasi adalah :

  1. Jakarta : tidak dimungkinkan untuk pembangunan indutri
  •  Wilayah yang akan digunakan untuk pembangunan industri terlalu sempit, bahlan hampir tidak ada karena dipadati penduduk
  • Kriminalitas tinggi.
  • Daya beli kecil

2. Bogor : dimungkinkan untuk pembangunan industri, namun untuk industri pertanian dan perkebunan, dan pariwisata. Alasan:

  • Jumlah penduduk tidak terlalu padat
  • Wilayah berupa pegunungan sehingga tanah subur dan berhawa sejuk.
  • Air masih bersih karena mengalir dari pegunungan.

3. Depok : dimungkinkan untuk pembangunan industri namun cukup kecil. Alasan :

  • Penduduk padat
  •  Penduduk merupakan imigran dari segala daerah bekerja di Jakarta (misalnya) memilih bertempat tinggal di Depok karena biaya hidup lebih murah daripada di Jakarta , maka dapat dimungkinkan membuka industri perumahan.
  • Juga dimungkinkan industry perdagangan.

4. Tangerang : kemungkinan besar dapat dilakukan pembangunan industri. Alasan:

  • Luas wilayah memungkinkan
  •  Penduduk tidak terlalu padat
  • Dekat dengan ibukota sehingga fasilitas mudah

5. Bekasi : kemungkinan besar dapat dilakukan pembangunan industry. Alasan:

  • Berada di jalur ekonomi yang dinamis yaitu antara Jakarta dan Jawa Barat
  • Merupakan pusat bisnis dan pusat ekonomi sehingga daya beli tinggi.

Penulis adalah mahasiswi semester akhir Progam Magister Hukum Bisnis UNPAD angkatan 2010.

Categories: Pemikiran Penulis | 4 Komentar

Navigasi pos

4 thoughts on “Aplikasi Teori Lokasi pada Hukum Kawasan bagi Pengembangan Industri

  1. agung margera

    ketika jkt udah kyak gini trus gmn donk nin konsep apa lagi yang akan ditawarkan untuk perubahan dari jkt itu sendiri…seperti nya untuk dilakukan perubahan pd jkt menurut saya masih cukup sulit nin ketika political will dari pemimpin di jkt masih terpasung oleh kepentingan2 JKT sebagai central bisnis distrik dlm benak mereka, ya saya memaklumilah ini merupakan konsekuensi logis aja dari pusat kota+pusat pemerintahan..sekedar share aj ya nin ….yang saya takutkan justru ketika masyarakat lokal (khusus nya masyarakat betawi) dari kota jkt sudah mulai tergerus oleh kehidupan perubahan sosial yang ada di jkt itu sendiri. disini saya tidak mencoba berpikir secara sempit artinya menolak mentah2 pihak lain untuk memberikan perubahan dari kota jkt itu sendiri tapi yang saya harapkan agar perubahan2 tersebut tentu tidak pula melupakan nilai2 yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat asli kota jkt dan perubahan tersebut tentu nya jugalebih modert tehadap lingkungan dan penduduk lain jg.. lalu sedikit mengutip pendapat dari von Savigny ia mengatakan bahwa suatu sistem hukum adalah bagian dari budaya masyarakat. Hukum tidak lahir dari suatu tindakan bebas (arbitrary act of a legislator), tetapi dibangun dan dapat ditemukan di dalam jiwa masyarakat.maka Hukum secara hipotetis dapat dikatakan berasal dari kebiasaan dan selanjutnya dibuat melalui suatu aktivitas hukum (juristic activity). ).lalu menurut jimly asshidiqie akar dari suatu hukum dan ketatanegaraan yang diatur dalam suatu konstitusi dapat dilacak dari sejarah bangsa itu sendiri, maka suatu nilai-nilai adat yang ada di dalam konstitusi merupakan suatu bentuk jaminan bagi masyarkat hukum adat terhadap eksistensinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. sebagaimana tercantum di dalam Pasal 18 B ayat (2) dan Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945.

    trims

  2. ndre_guns

    nice thread..
    izin nyimak…
    bisa copas??

  3. Outstanding post however , I was wondering if you could write a litte
    more on this subject? I’d be very grateful if you could elaborate a little bit more. Kudos!

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Blog di WordPress.com.

%d blogger menyukai ini: