Daya Tarik Investor Asing Berkurang karena Otonomi Daerah


Sebagai negara berkembang, Indonesia berada pada posisi yang sangat berkepentingan dalam mengundang investor asing untuk investor asing -Yasmine Blog-memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Menyadari pentingnya penanaman modal asing, pemerintah Indonesia terus berupaya menumbuhkan iklim investasi yang kondusif guna menarik calon investor untuk menarik modal asing masuk ke Indonesia. Berbagai strategi untuk mengundang investor asing telah  dilakukan agar para investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya dan merasa nyaman dalam melakukan penanaman modal di Indonesia.

Strategi-strategi yang dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya tarik para investor agar menanamkan modalnya di Indonesia ialah dengan mengeluarkan peraturan-peraturan tentang penanaman modal asing dan kebijaksanaan pemerintah yang pada dasarnya tidak akan merugikan kepentingan nasional dan kepentingan investor. Pemerintah menetapkan bidang-bidang usaha yang memerlukan penanaman modal dengan berbagai peraturan. Selain itu, pemerintah juga menentukan besarnya modal dan perbandingan antara modal nasional dan modal asing. Hal ini dilakukan agar penanaman modal tersebut dapat diarahkan pada suatu tujuan yang hendak dicapai. Bukan hanya itu seringkali suatu negara tidak dapat menentukan politik ekonominya secara bebas , karena adanya pengaruh serta campur tangan dari pemerintah asing.

Di samping mengeluarkan peraturan-peraturan dalam bidang penanaman modal, pemerintah juga memberikan kebijakan-kebijakan. Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tersebut berdampak pada penanaman modal asing. Salah satu kebijakan yang  sangat berpengaruh dalam kegiatan penanaman modal asing ialah kebijakan desentralisasi. Dengan adanya desentralisasi maka muncul otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.

Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah , Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 dan di sempurnakan dengan undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah merupakan pelaksanaan dari salah satu tuntutan reformasi pada tahun 1998 Kebijakan ini merubah penyelenggaraan pemerintahan dari yang sebelumnya bersifat terpusat menjadi terdesentralisasi meliputi antara lain penyerahan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah (kecuali politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, agama, fiskal moneter, dan kewenangan bidang lain) dan perubahan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.

Melalui kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah maka pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan penyediaan pelayanan publik diharapkan akan menjadi lebih sederhana dan cepat karena dapat dilakukan oleh pemerintah daerah terdekat sesuai kewenangan yang ada. Kebijakan ini dibutuhkan untuk menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri. Namun pada realitanya, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah belum berjalan maksimal, termasuk dalam penanaman modal asing yang justru berdampak pada daya tarik investor asing. Banyak permasalahan yang dihadapi oleh investor asing terkait dengan pengaturan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah di bidang penanaman modal asing.

Pertama, belum jelasnya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Kewenangan daerah masih banyak yang belum didesentralisasikan karena peraturan dan perundangan sektoral yang masih belum disesuaikan dengan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini menyebabkan banyak daerah kabupaten atau kota yang menerbitkan peraturan daerah untuk mengatur investasi, sehingga terjadi tumpang tindih regulasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah serta antara pemerintah daerah yang satu dengan pemerintah daerah lainnya. Pada gilirannya, keadaan tersebut justeru membingungkan investor asing karena tidak ada kepastian hukum. Dalam praktik investasi pasca-otonomi daerah, banyak terjadi konflik kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah kabupaten atau kota serta konflik kewenangan antar-pemerintah daerah yang merugikan investor asing

Kedua, Pemerintah pusat belum menerbitkan peraturan yang jelas dan komprehensif mengenai kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam hal penanganan investasi asing. Hal ini menyebabkan investor asing bingung, karena tidak adanya kepastian hukum sebagai akibat terjadinya konflik kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, serta konflik kewenangan antar-pemerintah daerah dalam penanganan investasi asing.

Ketiga, masih rendahnya kerjasama antar pemerintah daerah. Pemerintah mengharapkan antar pemerintah daerah menjalin kerjasama dengan memperhatikan perkembangan ekonomi nasional maupun ekonomi daerah sehingga dapat diusahakan pembangunan yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Namun pada umumnya, antar pemerintah daerah yang satu dengan pemerintah daerah yang lain masih mengedepankan egonya. Antar pemerintah daerah enggan menjalin kerjasama bahkan menunjukkan persaingan antar pemerintah daerah. Dalam bidang investasi, antar pemerintah daerah justru saling berlomba untuk meraih pendapatan asing daerah tertinggi. Hal ini dapat menimbulkan persaingan tidak sehat antar pemerintah daerah, padahal akan lebih baik jika antar pemerintah daerah saking

Keempat, belum terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efektif dan efisien. Struktur organisasi pemerintah daerah umumnya masih besar dan saling tumpang tindih. Selain itu prasarana dan sarana pemerintahan masih minim dan pelaksanaan standar pelayanan minimum belum mantap. Juga dalam hubungan kerja antar lembaga, termasuk antara pemerintah daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, masyarakat, dan organisasi non pemerintah belum optimal.

Kelima, masih terbatasnya dan rendahnya kapasitas aparatur pemerintah daerah. Hal ini ditunjukkan masih terbatasnya ketersediaan aparatur pemerintah daerah, baik dari segi jumlah, maupun segi profesionalisme, dan terbatasnya kesejahteraan aparat pemerintah daerah, serta tidak proporsionalnya distribusi, menyebabkan tingkat pelayanan publik tidak optimal yang ditandai dengan lambatnya kinerja pelayanan, tidak adanya kepastian waktu, tidak transparan, dan kurang responsif terhadap permasalahan yang berkembang di daerahnya. Selain itu belum terbangunnya sistem dan regulasi yang memadai di dalam perekrutan dan pola karir aparatur pemerintah daerah menyebabkan rendahnya sumberdaya manusia berkualitas menjadi aparatur pemerintah daerah. Hal lainnya yang menjadi masalah adalah masih kurangnya etika kepemimpinan di beberapa daerah.

Terakhir, masih terbatasnya kapasitas keuangan daerah. Hal ini ditandai dengan terbatasnya efektivitas, efisiensi, dan optimalisasi pemanfaatan sumber-sumber penerimaan daerah, belum efisiennya prioritas alokasi belanja daerah secara proporsional, serta terbatasnya kemampuan pengelolaannya termasuk dalam melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas, serta profesionalisme. Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan pemerintah daerah menyalahgunakan wewenangnya, misalnya dalam pemungutan pajak dan izin lokasi yang dipersulit oleh pemerintah daerah sehingga pada ujungnya investor asing membayar lebih untuk proses penanaman modalnya. Di satu pihak, investor asing harus membayar pajak kepada pemerintah pusat, dan di lain pihak harus membayar beberapa jenis pungutan baru kepada pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah yang pada dasarnya bertentangan dengan undang-undang mengenai perpajakan. Penerimaan pajak dari investor asing tentu menjadi pendapatan daerah yang cukup besar namun dengan adanya pemungutan pajak yang memberatkan investor asing dapat menyebabkan turunnya minta investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Hal ini dikeluhkan investor asing karena akan mengurangi keuntungan yang telah diprediksikan sebelumnya. Lebih dari itu, pungutan-pungutan baru yang dilakukan pemerintah daerah, tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

Maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan dalam peningkatan daya tarik investor asing ialah bahwa kehadiran investor asing ini sangat dipengaruhi oleh kondisi internal suatu negara, yaitu stabilitas ekonomi, politik negara dan ketidakpastian hukum. Ketidakpastian hukum yang dimaksud ialah seperti masalah penegakan hukum dan pelaksanaan otonomi daerah. Otonomi daerah yang dijalankan di Indonesia masih belum dapat terlaksana secara efisien, sistem birokrasi yang berbelit-belit dan masih dijumpai belum jelasnya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah termasuk regulasi-regulasi yang mengaturnya sehingga otonomi daerah menjadi suatu bentuk ketidakpastian hukum dalam penanaman modal di Indonesia.

DIKUTIP DARI: http://birokrasi.kompasiana.com/2011/11/04/daya-tarik-inverstor-asing-berkurang-karena-otonomi-daerah-409588.html

Categories: Pemikiran Penulis | Tinggalkan komentar

Navigasi pos

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Blog di WordPress.com.

%d blogger menyukai ini: