Pailit menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang:
“Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas.”
PIHAK-PIHAK DALAM PERKARA KEPAILITAN
Pihak-Pihak yang Berkorelasi dalam Perkara Kepailitan
- Debitor;
Pasal 1 angka 3 UU Nomor 37 Tahun 2004 menentukan bahwa Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.
Debitor ini dapat bersifat perseorangan maupun badan hukum seperti Perseroan Terbatas/Yayasan/Asosiasi maupun Perkongsian/Partner.[1]
Kemudian apabila pihak yang mengajukan pailit adalah Debitor dan kemudian oleh Hakim Pengadilan Niaga permohonan tersebut dikabulkan, pemohon pailit tersebut berubah menjadi Debitor Pailit.[2]
2. Kreditor
Pasal 1 angka 2 UU Nomor 37 Tahun 2004 menentukan Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.
Kreditor dalam perkara Kepailitan dan PKPU terbagi menjadi 3 tingkatan yaitu:
Kreditor Konkuren;
Kreditor konkuren atau kreditor bersaing adalah kreditor yang tidak mempunyai keistimewaan sehingga kedudukannya satu sama lain sama.[3]
Kreditor Separatis;
Kreditor yang dapat melaksanakan haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Termasuk kreditor seperti misalnya pemegang gadai, pemegang jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, agunan kebendaan lainnya.[4]
Kreditor Preferent;
Kreditor Preferent atau kreditor dengan hak istimewa adalah kreditor seperti yang diatur dalam Pasal 1139 KUHPerdata dan Pasal 1149 KUHPerdata.`
Pasal 1139 KUHPerdata mengatur jenis-jenis Kreditor yang diistimewakan terhadap benda-benda tertentu yaitu:
- Biaya perkara yang semata-mata timbul dari penjualan barang bergerak atau barang tak bergerak sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan. Biaya ini dibayar dengan hasil penjualan barang tersebut, lebih dahulu daripada segala utang lain yang mempunyai hak didahulukan, bahkan lebih dahulu daripada gadai hipotek;
- Uang sewa barang tetap, biaya perbaikan yang menjadi kewajiban penyewa serta segala sesuatu yang berhubungan dengan pemenuhan perjanjian sewa penyewa itu;
- Harga pembelian benda-benda bergerak yang belum dibayar;
- Biaya untuk menyelamatkan suatu barang;
- Biaya pengerjaan suatu barang yang masih harus dibayar kepada pekerjanya;
- Apa yang diserahkan kepada seorang tamu rumah penginapan oleh pengusaha rumah penginapan sebagai pengusaha rumah penginapan;
- Upah pengangkutan dan biaya tambahan lain;
- Apa yang masih harus dibayar kepada seorang tukang batu, tukang kayu dan tukang lain karena pembangunan, penambahan dan perbaikan barang-barang tak bergerak, asalkan piutang itu tidak lebih lama dari tiga tahun, dan hak milik atas persil yang bersangkutan masih tetap ada pada si debitur;
- Penggantian dan pembayaran yang dipikul oleh pegawai yang memangku jabatan umum karena kelalaian, kesalahan, pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dalam melaksanakan tugasnya.
Pasal 1149 KUHPerdata mengatur hak-hak istimewa atas semua benda bergerak dan benda tak bergerak pada umumnya, yaitu:
- Biaya perkara yang semata-mata timbul dari penjualan barang sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan penyelamatan harta benda; ini didahulukan daripada gadai dan hipotek;
- Biaya penguburan, tanpa mengurangi wewenang Hakim untuk menguranginya, bila biaya itu berlebihan;
- Segala biaya pengobatan terakhir;
- Upah para buruh dari tahun yang lampau dan apa yang masih harus dibayar untuk tahun berjalan, serta jumlah kenaikan upah menurut Pasal 160 q; jumlah pengeluaran buruh yang dikeluarkan/dilakukan untuk majikan; jumlah yang masih harus dibayar oleh majikan kepada buruh berdasarkan Pasal 1602 v alinea keempat Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini atau Pasal 7 ayat (3) “Peraturan Perburuhan Di Perusahaan Perkebunan”; jumlah yang masih harus dibayar oleh majikan pada akhir hubungan kerja berdasarkan Pasal 1603 s bis kepada buruh; jumlah yang masih harus dibayar majikan kepada keluarga seorang buruh karena kematian buruh tersebut berdasarkan Pasal 13 ayat (4) “Peraturan Perburuhan Di Perusahaan Perkebunan”; apa yang berdasarkan “Peraturan Kecelakaan 1939” atau “Peraturan Kecelakaan Anak Buah Kapal 1940” masih harus dibayar kepada buruh atau anak buah kapal itu atau ahli waris mereka beserta tagihan utang berdasarkan “Peraturan tentang Pemulangan Buruh yang diterima atau dikerahkan di Luar Negeri”;
- Piutang karena penyerahan bahan-bahan makanan, yang dilakukan kepada debitur dan keluarganya selama enam bulan terakhir;
- Piutang para pengusaha sekolah berasrama untuk tahun terakhir;
- Piutang anak-anak yang masih di bawah umur atau dalam pengampuan wali atau pengampuan mereka berkenaan dengan pengurusan mereka, sejauh hal itu tidak dapat ditagih dari hipotek-hipotek atau jaminan lain yang harus diadakan menurut Bab 15 Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini, demikian pula tunjangan untuk pemeliharaan dan pendidikan yang masih harus dibayar oleh para orangtua untuk anak-anak sah mereka yang masih di bawah umur.
- Ketiga jenis Kreditor berdasarkan tingkatannya atau dapat disebut tingkatan para Kreditor kepailitan tersebut berbeda dengan jenis-jenis atau macam Kreditor dalam inventarisasi Kurator terhadap piutang Kreditor yang akan dibahas dalam rapat pencocokan utang.[5] Jenis-jenis Kreditor dimaksud adalah:[6]
- Kreditor yang diakui yang kemudian akan dimasukkan kedalam Daftar Piutang yang Diakui;
- Kreditor yang diakui sementara yang kemudian akan dimasukkan kedalam Daftar Piutang yang Diakui Sementara;
- Kreditor yang dibantah yang kemudian akan dimasukkan kedalam Daftar Piutang Yang Dibantah.
Hal-hal sehubungan dengan pelaksanaan hak Kreditor berkaitan dengan kepailitan Debitor diatur dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 61 UU nomor 37 Tahun 2004 Tetang Kepailitan dan PKPU.
3. Kurator;
Dalam putusan pernyataan pailit harus diangkat kurator dan seorang hakim pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan.[7] Maka timbulah pertanyaan:
Siapakah yang dimaksud dengan Kurator?
Kurator adalah pihak yang bertugas untuk melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit.[8]
Kemudian siapakah yang menjadi Kurator?
Pasal 70 ayat (1) UU K-PKPU mengaturnya yaitu:
- Balai Harta Peninggalan;
Balai Harta Peninggalan (BHP) adalah instansi pemerintah yang berada di bawah Kementerian Hukum dan HAM yang melakukan pelayanan jasa hukum di bidang kepailitan dan PKPU serta bidang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[9] BHP dapat diangkat oleh pengadilan niaga dengan putusan untuk melakukan pelayanan jasa hukum di bidang kepailitan dan PKPU. BHP yang diangkat pengadilan niaga bertindak sebagai Kurator dan/atau Pengurus.
Apabila BHP menangani perkara kepailitan disebut Kurator, sedangkan apabila mengurusi harta Debitor bersama-sama dengan Debitor PKPU disebut Pengurus.[10]
2. Kurator lainnya, dengan kriteria:[11]
- Orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia;[12]
- Memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau membereskan harta pailit;
- Terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan (Departement Hukum dan HAM).
Dalam melaksanakan tugasnya kurator (baik BHP maupun orang perseorangan) harus:[13]
- Kurator yang diangkat harus independen[14];
- Tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Debitor atau Kreditor;
- Tidak sedang menangani perkara kepailitan dan PKPU lebih dari 3 (tiga) perkara.
Siapakah yang menunjuk dan mengangkat Kurator?
Berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (2) UU K-PKPU, dapat diketahui bahwa pengangkatan kurator adalah kewenangan pengadilan niaga tetapi masing-masing pihak dapat mengusulkan Kurator. Pengadilan Niaga dapat menetapkan BHP sebagai Kurator apabila Debitor atau Kreditor tidak dapat bersepakat untuk menunjuk salah satu Kurator dari beberapa Kurator yang diusulkan oleh masing-masing mereka. Apakah Pengadilan Niaga boleh mengangkat pihak lain sebagai Kurator yang berasal bukan dari calon-calon Kurator yang diusulkan? Hal tersebut tidak diatur dalam UU Nomor 37 Tahun 2004.
Kapankah Kurator melaksanakan berwenang tugasnya?
Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan Kasasi atau PK.[15]
Berapakah jumlah Kurator dalam perkara Kepailitan dan PKPU?
Pada umumnya satu orang
Apakah dimungkinkan adanya lebih dari satu Kurator?
Berdasarkan Pasal 71 UU K-PKPU, ada kemungkinan lebih dari satu Kurator (tambahan) atas:
- Permohonan Kurator sendiri;
- Permohonan Kurator lainnya;
- Usul hakim pengawas;
- Permintaan Debitor Pailit.
Apakah ada kemungkinan penggantian Kurator dalam tugasnya?
Berdasarkan Pasal 71 maka dimungkinkan untuk penggantian Kurator atas:
- Permohonan Kurator sendiri;
- Permohonan Kurator lainnya;
- Usul hakim pengawas;
- Permintaan Debitor Pailit.
Selain penggantian Kurator, berdasarkan Pasal 71 ayat (2), Pengadilan Niaga juga berwenang untuk memberhentikan atau mengangkat Kurator atas permohonan atau atas usul Kreditor Konkuren berdasarkan putusan rapat kreditor yang diselenggarakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) juncto Pasal 90 UU K-PKPU.
Hal-hal yang berkaitan dengan eksistensi dan tugas serta kewajiban Kurator diatur dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 78 UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU.
4. Hakim Pengawas;
Perkara Kepailitan dan PKPU diadili oleh Majelis Hakim baik pada yudex facti (Pengadilan Niaga) maupun pada yudex yuris (Mahkamah Agung) untuk perkara Kasasi dan Peninjauan Kembali. Majelis Hakim tersebut terdiri atas hakim-hakim pada Pengadilan Niaga, yakni hakim-hakim Pengadilan. Tugas Hakim Pengawas sebagaimana disebutkan dalam Pasal 65 UU K-PKPU adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit.
Keberadaan Hakim Pengawas ini mutlak dalam penyelesaian kepailitan , karena seperti diatur dalam Pasal 56 UU K-PKPU yang sama dengan ketentuan Pasal 64 Faillisementverordening (yang tidak dicabut atau diubah UU Nomor 4 tahunj 1998 Tentang Kepailitan dan PKPU), Pengadilan wajib mendengar pendapat Hakim Pengawas, sebelum mengambil suatu keputusan mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit. Dengan disebutkan “wajib” berarti menunjukkan pentingnya eksistensi Hakim Pengawas yang ditunjuk oleh Pengadilan untuk mengemban tugas tersebut.[16]
5. Advokat atau Pengacara;
Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS. Poerwadarminta terbitan PN Balai Pustaka 1976 menyebutkan bahwa Advokat adalah Pengacara atau ahli hukum yang berwenang bertindak sebagai penasehat atau pembela perkara dalam pengadilan. Dalam pengajuan permohonan perkara kepailitan diharuskan menggunakan jasa advokat atau pengacara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 UU K-PKPU:
“Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 43, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 68, Pasal 161, Pasal 171, Pasal 207, dan Pasal 212 harus diajukan oleh seorang advokat.”
Namun adapun pengecualian dari pemberlakukan Pasal 7 yang mengharuskan pengajuan permohonan perkara kepailitan dengan Advokat tersebut yaitu:
“Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal permohonan diajukan oleh kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, dan Menteri Keuangan”.
Persyaratan yang harus dilalui untuk menjadi advokat adalah mengikuti magang selama 2 (dua) tahun terus menerus di kantor advokat. Calon Advokat yang hendak menjalani magang wajib mengajukan permohonan magang kepada Kantor Advokat yang memenuhi persyaratan tersebut dalam Pasal 1 di atas dengan syarat-syarat
sebagai berikut: a. Warga negara Indonesia; b. Bertempat tinggal di Indonesia; c. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara; d. Lulusan pendidikan tinggi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) UndangUndang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”); e. Telah mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat yang diselenggarakan oleh PERADI dan telah lulus Ujian Advokat. (Pasal 5 Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 1 tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Magang untuk Calon Advokat).
6. Panitera
Pengertian panitera adalah seorang pejabat yang memimpin kepaniteraan yang dalam melaksanakan tugasnya panitera dibantu oleh seorang wakil panitera, beberapa panitera muda, beberapa panitera pengganti, dan beberapa juru sita. Panitera, wakil panitera, beberapa panitera muda, beberapa panitera pengganti pengadilan diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh Mahkamah Agung.[17]
Sedangkan menurut kamus hukum, “panitera” mempunyai arti pejabat pengadilan ayng bertugas membantu hakim dalam persidangan dan membuat berita acara sidang.[18] Menurut etimologi (bahasa) Belanda, “panitera” adalah Griffer sedangkan etimologi bahasa Inggris clerk of the court.[19]
Panitera bertugas menyelenggarakan administrasi perkara; membantu Hakim Pengawas dengan mengikuti dan mencatat jalannya persidangan; membuat daftar perkara perkara kepailitan yang diterima di kepaniteraan; dan membuat salinan putusan menurut ketentuan undang-undang yang berlaku.
Pihak-Pihak yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit.
Pasal 2 ayat (1), (2), (3), (4), (5) UU K-PKPU menentukan bahwa pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit di Pengadilan Niaga antara lain:
- Debitor;
Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
- Kreditor;
- Kejaksaan;
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) UU K-PKPU dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.
Penjelasan Pasal 2 UU K-PKPU: Yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas, misalnya:
- Debitor melarikan diri;
- Debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan;
- Debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat;d. Debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas;
- Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau
- dalam hal lainnya menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum
- Bank Indonesia;
Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.
5. Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal);
Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
Adapun tata cara pengajuan permohonan pailit adalah sama dengan permohonan pailit yang diajukan oleh Debitor atau Kreditor, dengan ketentuan bahwa permohonan pailit dapat diajukan oleh Bank Indonesia, Bapepam, Kementerian Keuangan dan Kejaksaan tanpa menggunakan jasa advokat.
silakan klik di materi selanjutnya untuk ulasan materi selanjutnya!
Footnote
[1] Lilik Mulyadi, Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Teori dan Praktik, Alumni, Bandung, 2010, hlm. 130
[2] Ibid.
[3] Man S. Sastrawidjaja, Op. cit, hlm. 127.
[4] Ibid.
[5] Ibid, hlm 129.
[6] Ibid.
[7] Pasal 15 ayat (1) UU No 37 Tahun 2004.
[8] Pasal 69 ayat (1) UU No 37 Tahun 2004.
[9] Syamsudin M. Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia, Tatanusa, Jakarta, 2012, hlm. 16.
[10] Pengurus tidak berwenang menjual harta Debitor PKPU, sedangkan Kurator mempunyai otoritas untuk menjual asset Debitor pailit. Ibid.
[11] Pasal 70 ayat (2) UU No 37 Tahun 2004
[12] Persyaratan untuk didaftar sebagai Kurator perseorangan yang berdomisili di Indonesia dan memiliki surat tanda lulus ujian yang diselenggarakan oleh Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI). Untuk mendapatkan surat tanda lulus ujian Kurator harus menempuh pendidikan Kurator dan Pengurus dan menempuh ujian seperti halnya ujian advokat dengan syarat administrasi awal yaitu Foto copy Ijasah S1 Hukum atau Akuntansi (dilegalisir) dan Foto copy Kartu Advokat atau Akuntan Publik serta syarat-syarat lain yang ditentukan oleh AKPI.
[13] Lilik Mulyadi, Op. Cit., hlm. 137.
[14] Adapun yang dimaksudkan dengan independen dan tidak bergantung kepada Debitor atau Kreditor dan Kurator tidak memiliki kepentingan ekonomis yang sama dengan kepentingan ekonomis Debitor atau Kreditor. Sebaiknya dianggap telah terjadi benturan kepentingan apabila terjadi antara lain hal-hal sebagai berikut: (Sutan Remi sjahdeni, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentanf Kepailitan, Grafiti, Jakarta, 2002, hlm. 209)
- Kurator menjadi salah satu Kreditor;
- Kurator memiliki hubungan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali atau dengan pengurus dari perseroan Debitor;
- Kurator memiliki saham lebih dari 10% pada salah satu perusahaan Kreditor atau pada perseroan Debitor;
- Kurator adalah pegawai, anggota direksi atau anggota komisaris dari salah satu perusahaan Kreditor atau dari perusahaan Debitor.
[15] Ibid, hlm. 137-138.
[16] Man S. Sastrawidjaja, Op.cit, hlm. 138.
[17] Musthofa, Kepaniteraan Peradilan Agama, Kencana, Jakarta, 2005, hlm. 22.
[18] C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil, Kamus Istilah Aneka Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hlm. 358.
[19] Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa Belanda, Indonesia, Inggris, Aneka Ilmu Semarang, Semarang, 1977, hlm. 405.